Pengaruh Sosial Media bagi Kesehatan Mental Gen Z di Indonesia

Dalam era digital yang semakin berkembang, media sosial telah menjadi elemen yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia modern. Platform-platform seperti Instagram, YouTube, dan TikTok telah mengubah cara kita berinteraksi, berbagi, dan bahkan bagaimana kita memandang diri kita sendiri. Namun, di balik semua kemudahan dan konektivitas yang ditawarkan, media sosial juga membawa dampak yang bervariasi tergantung pada usia penggunanya. 

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Generasi Z atau generasi yang merupakan kelompok yang lahir antara tahun 1995 hingga 2010, merasakan dampak ini lebih kuat daripada generasi lainnya. Mereka adalah generasi yang tumbuh besar dengan internet di ujung jari mereka, menjadikan media sosial sebagai ruang ekspresi diri, hiburan, dan sumber informasi.

Tetapi, apa yang sebenarnya terjadi pada Generasi Z di tengah derasnya arus informasi ini? Bagaimana media sosial mempengaruhi kesejahteraan mental mereka? Dan, lebih penting lagi, bagaimana mereka bisa mengarahkan penggunaan media sosial untuk membangun diri yang lebih baik dan lebih sehat secara mental?

Tantangan dan Potensi yang Dihadapi oleh Generasi Z

Generasi Z adalah generasi pertama yang tumbuh dengan kemajuan teknologi yang pesat sejak lahir. Mereka dikenal sebagai generasi yang adaptif, fleksibel, praktis, dan sangat mahir dalam teknologi (tech-savvy). Namun, di balik semua keunggulan ini, mereka menghadapi tantangan serius dalam hal kesejahteraan mental. 

Menurut World Happiness Report 2024, terdapat riset yang menyimpulkan bahwa Generasi Z memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih rendah dibandingkan dengan generasi sebelumnya dan lebih rentan terhadap gangguan kesehatan mental. Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap masalah ini adalah penggunaan media sosial yang tidak tepat.

Dikutip dari laman Unair (29/04/2024), Prof. Nurul Hartini dari Universitas Airlangga menyatakan bahwa media sosial dapat memudahkan kehidupan Generasi Z jika digunakan dengan bijak. Ia menegaskan bahwa media sosial memiliki sisi positif dan negatif, dan dampaknya sangat tergantung pada cara penggunaannya. Misalnya, media sosial bisa menjadi alat yang sangat berguna untuk berkomunikasi, mendapatkan informasi, dan bahkan belajar. Namun, jika digunakan secara berlebihan atau tanpa kendali, media sosial dapat menjadi sumber stres dan kecemasan.

Dampak Negatif Penggunaan Berlebihan

Penelitian yang dipublikasikan dalam JAMA Psychiatry yang diterbitkan tahun 2019 lalu menemukan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari tiga jam per hari berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan mental, terutama terkait dengan citra diri. Media sosial sering kali menjadi ajang untuk membandingkan diri dengan orang lain, yang dapat menyebabkan perasaan tidak cukup baik, kecemasan, dan stres. Banyak remaja merasa tertekan oleh pencapaian orang lain yang dipamerkan di media sosial, merasa diri mereka belum cukup mampu atau berhasil.

Selain itu, komentar negatif dan online bullying dapat memperburuk kondisi mental. Studi oleh Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, Universitas Indonesia (2021) menemukan bahwa 95.4% remaja usia 16-24 tahun pernah mengalami gejala kecemasan, dan 88% dari mereka pernah mengalami gejala depresi. Lebih dari itu, 96.4% remaja merasa kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang mereka alami. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya dampak negatif media sosial terhadap kesehatan mental Generasi Z.

Menuju Penggunaan Media Sosial yang Lebih Sehat

Meningkatkan kesadaran tentang dampak negatif media sosial dan cara menggunakannya secara bijak adalah langkah penting. Ini bisa dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah, serta kampanye di media sosial itu sendiri. Dengan informasi yang tepat, Generasi Z dapat belajar untuk menggunakan media sosial sebagai alat yang mendukung kesejahteraan mereka, bukan sebaliknya.

Media sosial memiliki potensi besar untuk memperkuat kesadaran tentang kesehatan mental, terutama ketika digunakan secara positif oleh Generasi Z. Mereka telah memulai upaya kampanye yang menargetkan peningkatan kesadaran tersebut. Dengan terus memanfaatkan platform digital untuk tujuan yang baik, Generasi Z dapat membentuk komunitas yang lebih berperan dalam memperjuangkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental.

Pentingnya menghindari idealisasi masalah kesehatan mental tidak boleh diabaikan. Hal ini karena dapat memperkuat stigma yang melekat pada masalah tersebut dan menurunkan seriusnya penanganannya. Oleh karena itu, penting untuk selalu memberikan prioritas pada informasi yang akurat dan profesional. Generasi Z harus ditanamkan kehati-hatian dalam melakukan penilaian diri sendiri dan selalu mencari bantuan dari tenaga profesional jika dibutuhkan.

Transformasi dan Masa Depan Kesehatan Mental Generasi Z 

Transformasi yang dilakukan oleh Generasi Z dalam konteks kesehatan mental menawarkan harapan akan masa depan yang lebih baik. Dengan kesadaran yang tinggi tentang pentingnya kesehatan mental dan kemampuan mereka dalam memanfaatkan teknologi, mereka memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yang membawa perubahan positif dalam masyarakat global. 

Langkah-langkah yang mereka ambil, mulai dari kampanye kesadaran hingga dukungan terhadap individu yang memerlukan bantuan, mencerminkan komitmen mereka untuk membangun lingkungan yang lebih peduli dan terbuka.

Namun, untuk mencapai potensi penuh mereka, Generasi Z harus menghindari jebakan romantisasi masalah kesehatan mental dan mendiagnosis diri sendiri. Dengan kesadaran akan pentingnya dukungan profesional serta informasi yang akurat, mereka mampu mengatasi stigma seputar kesehatan mental, memahami berbagai kondisi mental, dan menghadapi tantangan dengan keberanian dan empati, sekaligus menciptakan masyarakat yang inklusif dan mendukung bagi semua orang.

Informasi lebih lanjut:

Putri Amandawati

Corporate Communication

PT Mitra Utama Madani

corcom@mum.co.id

www.mum.co.id